23 Juni 2010

Orang Gila

“Salus populi suprema est lex. Kesejahteraan rakyat adalah akhir dari undang-undang”.(Marcus Tullius Cicero)

LAYANAN kesehatan di negeri ini memang masih jauh dari harapan. Pemerintah dalam melayani orang miskin yang waras saja masih tergolong buruk, apalagi yang miskin juga gila. Nasib-nasib, sudahlah miskin, gila lagi.
Orang gila banyak yang tidak bisa mengeluhkan penyakitnya dengan tepat. Mereka yang hilang ingatan, yang stress berat, depresi tak pernah berkeluh kesah walaupun tak menerima obat yang layak. Jangankan obat-obatan, nama dan bahkan siapa dirinya, alamat pun kadang tak berbekas lagi di otaknya. Pasien penghuni rumah sakit jiwa mungkin tak juga mengeluh walaupun seharian atau bahkan beberapa hari belum diberi makan. Tak jarang, orang yang tak sehat akal ini mengamuk. Petugas kemudian mengikatnya atau mengurungnya di ruangan isolasi.
Kalau pasien gila ini meninggal, nasibnya juga tak kunjung membaik. Karena pihak keluarga biasanya enggan mengklaim jenazahnya. Maklum, nyaris tak ada pasien rumah sakit jiwa yang masih dijenguk keluarganya. Karena kebanyakan dari mereka adalah pasien gila yang diangkut petugas keamanan dan ketertiban kota. Saat diciduk pun, kondisi kesehatan mereka ada yang terjangkit TBC, lepra, korengan kronis, panu, kadas, kurap, kutu air, ketombean, tak pernah sisiran, compang-camping, kucel, bahkan ada yang telanjang (baik telanjang dada maupun telanjang bulat) dan yang jelas bau.
Pada Juni 2009 lalu, tercatat di 4 panti rawat orang gila di Jakarta, sebanyak 181 pasiennya meninggal dalam enam bulan. Cukup mencengngkan. Padahal ada UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang mengatur pelayanan bagi kelompok orang terpinggirkan ini. Pasal 25 menyebutkan, pemerintah melakukan pengobatan, perawatan dan pemulihan pasien gangguan jiwa. Juga wajib membantu mengembalikanpasien yang sudah sembuh ke tengah-tengah masyarakat. Tapi UU itu tinggallah tumpukan kertas, karena dalih klasik keterbatasan dana selalu didengungkan. Alokasi dana untuk kesehatan jiwa minim, jauh dari angka ideal yang 10-15 % dari anggaran kesehatan. Nah lho.(***)

Indonesia di Piala Dunia

“Kami tidak menginginkan orang-orang kalah di sini. Kami membutuhkan para pemenang”.(Joseph P. Kennedy)

SEKEDAR nostalgia, Indonesia pernah tampil di piala dunia Perancis 1938 menggunakan nama Dutch East Indies atau Hindia Belanda. Pemain pribumi yang ikut adalah Hukom, Soedarmadji, Pattiwael, Anwar, Taihutti, Nawir, dan pemain kompeni seperti Zomers, Samuels, van der Burg dan Faulbahar. Ada juga pemain Tionghoa seperti Mo Heng (kiper), Hong Djin dan Meeng. Mereka tampil di Stade Veledrome Municipal di Kota Reims, Perancis pada tanggal 5 Juni 1938. Bangga bukan?
Saat itu, dalam babak kualifikasi pra piala dunia, Hindia Belanda berada satu group dengan Jepang. Namun karena Jepang urung mengirimkan utusannya, maka FIFA menunjuk Hindia Belanda, mungkin dengan pertimbangan daripada kosong. Sayang, Hindia Belanda pada pertandingan pertama harus bertemu Hungaria yang difavoritkan juara. Hindia Belanda dihajar Hungaria dengan skor telak 0-6 (babak pertama 0-4). Gol itu diciptakan oleh Gyula Zsengel (2 gol), captain Sarosi (2 gol), Kohut dan Toldi masing-masing 1 gol. Tim lain yang juga dihajar Hungaria pada event itu adalah Yunani dengan skor 11-1, Swis dibantai 2-0 dan Swedia dikadali dengan skor 5-1. Kehebatan Hungaria baru terhenti di partai final setelah dikalahkan juara bertahan Italia dengan skor 2-4. Italia mempertahankan Piala Berlapis Emas setinggi 35 cm dan berat 4.970 gram rancangan Silvia Gazzaniga asal Italia itu.
Sekarang, dunia persepakbolaan Indonesia seakan ditakdirkan untuk tak bisa berkembang. Belum ada prestasi membanggakan untuk dipuji. Kecuali sering berantemnya pemain antar pemain, pemain dengan wasit hingga melibatkan tawuran supporter yang beringas.
Sejak Indonesia meraih medali emas Sea Games tahun 1991, praktis prestasi PSSI menukik tajam. Hadiah kekalahan sering dibawa pulang, ketimbang kemenangan. Di ajang Piala Tiger (Sekarang ASEAN Football Championship) prestasi tertinggi hanya pernah sebagai runner up. Sedangkan di tingkat Asia, Indonesia lebih ompong lagi, hanya menembus babak pertama di Piala Asia tahun 1996, tahun 2000 dan tahun 2004. Di tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010 ini, lagi-lagi tidak juga bergigi.
Maka, untuk masuk dan lolos Kualifikasi Piala Dunia Zona Asia, sepertinya adalah impian. Dilihat dari peringkat FIFA, Indonesia berada di posisi bontot di nomor 143. Kalah dibandingkan Korea di posisi 51, Saudi Arabia di peringkat 62 dan Bahrain yang menghuni angka 100. (***)

C A C A T

“Jika ada orang yang tidak merasa bahagia karena kecacatannya, dia bisa memperoleh kebahagiaan dengan berbuat kebaikan”.(Edmund Burke)

DIA mencoba tidak menyesali kecacatan, dengan terus mengucap syukur. Tapi dunia memaksanya untuk kehilangan kepercayaan diri. Di sepanjang hidup yang telah dilaluinya, ribuan keluhan, tanda tanya dan penyesalan mengalir dari bibirnya. Kecacatan yang dimilikinya telah berhasil membunuh sejuta potensi dalam dirinya. Dia telah terpuruk dalam pergumulan jiwa yang panjang.
Tulisan ini sengaja saya buat dengan harapan ada saudara-saudara saya yang cacat (fisik/non fisik) membacanya. Karena, dalam sejarah, banyak ditemukan contoh orang-orang hebat yang mampu melakukan pekerjaan bagi umat manusia dunia ini. Misalnya, Beethoven yang sudah tua dan tuli, namun mampu menggubah dan menghasilkan lagu-lagu yang terus abadi sepanjang masa. Abraham Lincoln, presiden AS ke-16 konon memiliki roman muka yang tidak tampan sama sekali. George Washington, pahlawan terbesar AS, memiliki kaki tidak sempurna alias pincang. Mozart, manusia paling jenius di dunia musik, hidupnya tak sempurna hingga harus mati muda. Di dunia komposisi piano, ada nama Chopin, dialah yang dianggap terhebat di dunia yang hidupnya penuh kesepian karena terlalu takut say I love You. Dia pria paling minder di depan wanita. Sebelum Chopin meninggal karena TBC di Pulau Majorca, mengakui kejeniusan Mozart.
Thomas Alfa Edison, penemu terbesar di dunia pernah diusir dari sekolahnya karena dianggap ediot. Helen Keller, dia buta, tuli, dan bisu, tapi lulus dari Radcliffe College di tahun 1904 with honour, dan jadi ilmuwan terkenal. Stevie Wonder yang buta jadi penyanyi terkenal dunia. Gus Dur, bisa menjadi Presiden RI. Tentunya masih banyak lagi orang-orang terkenal, tapi cacat.
Cacat ada dua, yakni fisik dan non fisik. Di negeriku, kebanyakan orang cacat fisik termarginalkan dan memiliki peluang sangat kecil untuk mendapatkan jabatan dan kedudukan politik hingga ke parlemen. Ironisnya, orang yang cacat moralnya seperti koruptor dan pelaku tindakan bejad lainnya malah diterima, dihormati dan disembah oleh para penjilat. Nah,Lho.(***)

Hilangnya Rasa Cinta

“Seorang pengecut tidak akan mampu menujukkan rasa cintanya. Karena kemampuan itu hanya dimiliki oleh orang-orang yang berani”.(Mahatma Gandhi)

KATANYA, Taufiq Ismail pernah membuat puisi yang berjudul “Aku Malu Jadi Orang Indonesia”, setelah melihat ada manusia Indonesia yang berlaku brutal, anarkis, tidak ramah, terlalu mudah menyakiti orang lain, bahkan tega membunuh. Saya jadi bertanya-tanya, kok bisa-bisanya bangsa yang katanya menganut nilai-nilai budaya timur ini berubah seperti monster.
Nah, Muhtar Lubis dalam bukunya, “Manusia Indonesia”, terbitan tahun 1978 menggambarkan bahwa manusia Indonesia itu terkenal sebagai pengkhianat, suka ingkar janji dan tidak setia kawan. Walaupun di dalam buku itu pula, digambarkan manusia Indonesia itu dikenal kelembutan dan keramahtamahannya. Munculah pertanyaan: Ada Apa Dengan Kita?
Faktanya memang ada manusia Indonesia yang bersikap tanpa memperlihatkan karakter ramah terhadap tamu, bersahabat, cinta damai, suka menolong, senang bekerja keras, cinta kebersihan, bergotong royong, rajin ibadah, rajin mandi, murah senyum, baik hati, tidak sombong dan rajin menabung.
Masih menurut saya yang bodoh ini, semua bentuk sikap dan karakter keburukan yang ditampilkan itu disebabkan oleh karena hilangnya rasa cinta, rasa rindu, dan rasa sayang. Jika rasa cinta, rindu dan sayang itu tidak hilang, maka tak akan ada perang anta kampung, perang etnis, perang agama, perang antar supporter, fitnah, demonstrasi anarkis, pengerusakan fasilitas umum, dan tentunya tidak ada koruptor, penjilat dan pengemplang duit rakyat. Indonesia akan menjadi negara yang nyaman, jika seluruh penghuninya memiliki rasa cita, rindu dan sayang.(***)

03 Juni 2010

Bangsa Pengutang

“Pajak menciptakan banyak criminal dibandingkan dengan kebijakan pemerintah yang lainnya”.(Barry Goldwater, Mantan Senator AS)

BAGI sebuah negara, pajak adalah sumber pendapatan, meskipun yang menjadi objeknya adalah rakyatnya sendiri. Jangankan orang miskin, yang kaya pun banyak yang ogah bayar pajak dan tersandung kasus pajak. Belum lagi ulah dan kelakuan para begundal yang hobi mengemplang pajak.
Tak heran jika target perolehan pajak selalu kedodoran, karena menguap di tengah jalan. Pajak yang menguap, semakin membuat pengap bangsa ini. Akibat pajak yang menguap pula, menyebabkan bangsa ini rajin ngutang ke IMF, Bank Dunia dan sebagainya. Jadilah bangsaku sebagai Bangsa Pengutang.
Sikap lunak terhadap para wajib pajak, menjadi pemicu lahirnya para penggelap pajak, pengemplang pajak dan makelar pajak yang bikin bangsa ini kian terkapar. Sepertinya para begundal ini tidak takut, karena kalaupun ketahuan paling hanya diganjar hukuman ringan. Maklum, konon hukum di negeri ini dengan sedikit cincai-cincai, bisa diatur jika uang sudah berbicara dan dibeking orang kuat. Sebaliknya bagi mereka yang tak punya duit dan bekingnya hanya kucing kurap, hukum menghantamnya dengan telak hingga semaput dan klenger. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, jadi macan ompong, nyaris tak memiliki wibawa lagi. Kalaupun tidak ompong, mungkin giginya palsu. Jadi kalau menggigit, rasanya hanya geli-geli doang.
Sudah saatnya petugas pajak tak lagi jadi tukang palak. Karena kelakuan mereka, membuat bangsa ini kian terpuruk. Para garong dan bandit pajak seperti mereka, pantas dibui biar membusuk di penjara. Jika tidak, negara ini hanya akan menjadi bangsa pengemis untuk menghudupi rakyatnya yang tetap miskin saja. Benar kata Plato dalam bukunya “The Republic”: Tak adil bila yang kaya mengemplang, sementara yang miskin terus dibebani.(***)

Tipe-X

“Apa gunanya Anda berlari sangat kencang, jika Anda sebenarnya berada di jalan yang salah…”.(Anton LW)

ADA ungkapan, manusia tidak akan mengecat ulang kesalahannya. Karenanya saya berkeyakinan, tidak ada manusia yang tidak pernah melakukan kesalahan. Kesalahan adalah manusiawi. Bahkan, orang-orang yang mengerti hukum seperti Pak Polisi, Pak Jaksa, Pak Hakim pun pernah berbuat salah. Oknum aparat penegak hukum yang hobi jual beli kasus, menjadi makelar kasus, juga salah.
Saya ingin bercerita tentang sebuah benda bernama “Tipe-X”. Benda ini sangat familiar dan tak asing dalam kehidupan sehari-hari. Fungsinya adalah untuk mengkoreksi kesalahan-kesalahan ketik/tulis. Kelahiran Tipe-X, tak bisa terlepas dari kisah seorang wanita janda Amerika Serikat beranak satu bernama Betee Nesmith yang pada tahun 1951 bekerja sebagai sekretaris di Bank Dallas. Gajinya saat itu adalah US$ 300 per bulan. Angka yang tidak kecil pada saat itu.
Persoalan terbesar yang dihadapinya sebagai seorang sekretaris adalah terlalu seringnya dia melakukan kesalahan ketik. Hingga akhirnya pada suatu hari dia membuat suatu cairan khusus yang berfungsi sebagai pengkoreksi kesalahan ketik yang kemudian dikenal dengan nama Tipe-X. Ide itu muncul setelah belajar dari pengalamannya sebagai seorang pelukis, pekerjaan yang pernah dia tekuni. Bahwa seorang pelukis tidak pernah meghapus kesalahannya, tapi cukup mengecat kembali kesalahan itu.
Dalam waktu singkat, Tipe-X buatannya menjadi terkenal di seluruh tempat kerjanya. Hingga seluruh rekan kerjanya pun menggunakan cairan khusus berwarna putih ini. Dia pernah menawarkan produknya itu ke sebuah perusahaan besar, IBM, namun ditolak mentah-mentah. Tapi pesanan terus berdatangan dari seluruh penjuru kota dan negeri. Dengan dibantu oleh seorang mahasiswi, dia menyulap dapurnya menjadi pabrik mini membuat Tipe-X. Dia mulai mengedarkan botol-botol mungil itu, hingga akhirnya seluruh dunia pun menggunakan Tipe-X untuk mengoreksi kesalahan ketik/tulis.(***)

Anak Gadisku

“Anak-anak membutuhkan kekuatan untuk bersandar, memerlukan dada untuk tempat menangis, dan memerlukan contoh untuk tempat belajar”.(Anonim)

EDISI kali ini, saya ingin bercerita tentang kisah nyata seorang pria berusia matang yang bisnis dan karier politiknya sukses. Duitnya banyak, mobilnya menterang, kekayaannya melimpah, dan makmur. Sepintas kehidupannya terlihat sempurna tak kurang satu apa pun.
Tapi siapa nyana jika kehidupan rumah tangganya tak jelas. Isterinya sibuk arisan ke sana kemari, gila dengan perhiasan dan hobi banget belanja di mall dengan teman-temannya yang tak jelas pula. Dia punya seorang anak yang baru gede, cantik, ranum seperti bunga yang baru mekar, tapi jarang ketemu di rumah.
Pada suatu hari, sepulang dari kantor pria ini langsung menuju ke sebuah mall yang sudah menjadi kebiasannya. Dia memesan makanan dan minuman dan dibawanya ke sebuah meja yang masih kosong. Di meja lain, dua cewek berpakaian putih abu-abu asyik bercengkrama dan sesekali menerima telpon dan bermain SMS. Beberapa kali, kedua cewek ini saling berbisik dan melemparkan pandangan genit ke arah pria ini, seperti sedang mencari perhatian. Dalam benak pria ini, kedua cewek itu pasti “bisa dipakai”. Pria ini tersenyum ke arah dua cewek itu dan disambut hangat. Bahkan, setelah menangkap isyarat-isyarat tertentu, kedua cewek SMA ini bergabung ke meja pria ini.
Terjadilah obrolan antara ketiganya hingga tertuju pada topic yang mengarah kepada ajakan untuk berkencan. Kedua cewek ini mau berkencan, tapi dengan tariff tinggi. Bagi pria ini, uang tidak menjadi persoalan, hanya saja kedua cewek ini siap berkencan atau diboking, namun dengan persyaratan.
“Kami siap berkencan dan melayani Om, tapi syaratnya kami harus pulang ke rumah sebelum tengah malam dan tidak melakukan hubungan layaknya suami isteri. Kami ingin tetap perawan hingga menikah kelah,” kata kedua gadis SMA itu.
“Kalau Om pengen full service, kami punya temen cewek yang bisa dipakai. Orangnya cantik dan seksi. Kalau Om berminat, kami bisa mengurusnya,” lanjut kedua gadis itu sambil menyodorkan sebuah foto di dalam telpon genggamnya.
Sejanak, pria itu memperhatikan foto gadis dalam HP itu. Sepertinya wajah itu sangat tidak asing baginya. Dia terkejut dan langsung terdiam, termangu dan dunia rasanya akan runtuh, kiamat. Ternyata, foto dalam HP itu adalah anaknya gadisnya. Tak ada kalimat yang keluar dari bibirnya. Dia beranjak dari kursinya dan pergi begitu saja meninggalkan kedua gadis itu.(Dari Kisah Nyata)

2 0 1 2

2 0 1 2

“Anda tidak dapat percaya kepada mata Anda, jika imajinasi Anda keluar dari focus”.(Mark Twain)

MASYARAKAT dibius oleh kehadiran Film 2012 film imajinasi besutan sutradara Hollywood kelahiran Jerman, Rolland Emerich. Konon film ini menelan biaya produksi sebesar US $260 juta, dibuat selama 6 bulan di Vancouver-Kanada. Dalam 3 hari launchingnya, mampu meraup untung sebesar US$ 225 juta. Film yang dibintangi oleh actor John Cusack ini menjadi buah bibir bagi para pencinta film action. Walaupun film-film bergenre serupa pernah dibuat seperti The Day After Tomorrow (2004) dan Knowing (2009), namun masih kalah hebat.
Dari penelusuran literature penulis, isu tentang “Kiamat 2012” sangat terkait dengan ramalan suku Maya sebagaimana digambarkan dalam salah satu penanggalan kunonya yang menyatakan pada 21 Desember 2012 akan terjadi pergantian abad yang ditandai dengan “pembersihan bumi”. Dalam peristiwa ini, umat manusia akan memulai satu abad yang sama sekali baru. Ramalan suku Maya memang sangat diperhatikan banyak kalangan, dari akademisi hingga kalangan supranatural, disebabkan bangsa ini memang terkenal dengan keakuratan sistem penanggalannya.
Lawrence E. Josep, CEO Aerospace Consulting Corporation yang berbasis di New Mexico, di dalam bukunya yang terkenal “Apocalypse 2012” (2007) dengan penuh kekaguman menulis, “Tanpa bantuan teleskop atau peralatan lain, astronom Maya memperhitungkan lamanya satu bulan lunar adalah 29,53020 hari—hanya berbeda 34 detik dari apa yang sekarang kita ketahui sebagai jangka aktualnya: 29,53059 hari. Secara keseluruhan, banyak orang percaya kalender Maya berusia duaribu tahun itu lebih akurat dibanding kalender Gregorian berusia limaratus tahun yang kita gunakan sehari-hari.”
Benarkah Suku Maya menyatakan 21 Desember 2012 sebagai Hari Kiamat? Ternyata tidak demikian. Masih menurut Lawrence E. Joseph, yang juga dikuatkan oleh peneliti-peneliti sistem penanggalan Maya dunia lainnya seperti Jose Arguelles, Ph.D; Robert K. Stiller; dan lain-lain, mereka menyatakan jika di paruh akhir tahun 2012 yang akan terjadi bukanlah kiamat dalam artian musnahnya seluruh umat manusia dan kehidupan di bumi. Namun lebih merupakan satu perpindahan zaman yang entah benar atau tidak, akan diwarnai oleh bencana alam yang hebat.
Salah satu ahli dalam hal ini, Sami Solanki dari Max Plank Institute for Solar System Research yang bermarkas di Katlenburg-Lindau, Jerman, menyatakan jika perilaku matahari sekarang ini sangat enerjik. Matahari jauh lebih aktif saat ini dibanding kapan pun selama 11.000 tahun terakhir atau akhir dari zaman es terakhir. Entahlah, hanya Tuhan Yang Maha Tahu.(***)

Bangsa Penjudi

“Tak ada istri yang tahan menderita terhadap suami yang penjudi, kecuali bila suaminya menang terus”.(Lord Dewer)

SAMPAI kapanpun, yang namanya judi tidak akan pernah terberantaskan. Apalagi, sejumlah negara malah membangun tempat-tempat judi secara resmi. Karena, dari meja perjudian akan terserap banyak dana segar untuk menunjang pembangunan suatu negara. Konon, duit yang terserap ke meja judi di sejumlah tempat judi kenamaan di dunia sangat besar jumlahnya.
Catatan BBC News menyebutkan, bahwa jumlah uang judi yang beredar di meja judi Asia mencapai US$ 14 Milyar. Angka yang fantastis, bisa mengentaskan kemiskinan di Indonesia tercinta ini. Selanjutnya, pusat judi Makau mampu menyerap uang judi hingga US$ 5 Milyar. Genting Highland di Malaysia mampu menyedot sebsar US$ 4 Milyar dan sisanya diserap oleh tempat-tempat judi resmi lain di Asia ini seperti di Kamboja, Korea Selatan, Filipina dan Myanmar. Darimana saja asal penjudi-penjudi itu?
Masih menurut catatan BBC News, sekitar 50 persen penjudi di Genting Highland Malaysia berasal dari Indonesia, 40 persen berasal dari Singapura dan warga Malaysia hanya 10 % saja. Mungkinkan uang-uang hasil korupsi di Indonesia dibawa lari ke Malaysia untuk berjudi? Mungkin saja. Bahkan bukan hanya untuk judi, uang hasil korupsi biasanya juga untuk ngelonte dengan pelacur-pelacur kelas tinggi dan beli narkoba serta minuman keras. Uang korupsi juga untuk ngongkosin wanita-wanita muda yang mulus, denok-denok dan berbau wangi sebagai wanita simpanan, karena isteri di rumah sudah gembrot dan kendor dimana-mana. Semoga saja mereka segera sadar dan tobat dan kembali ke jalan Tuhan. Tapi kalau tak juga sadar, biarin aja asal tidak disamber geledek.(**)

WABAH

“Perilaku tidak selamanya membawa kebahagiaan, tetapi tidak ada kebahagiaan tanpa perilaku”. (Benjamin Disraeli)

ADA cerita yang diragukan kebenarannya, tentang seorang pemuda yang memiliki gelar S-1, setelah lulus kuliah dia memilih hidup di sebuah kampung terpencil. Dia satu-satunya sarjana yang ada di situ, mantan aktivis kampus terkenal dan amat disegani. Dia juga sangat dihormati, sering dimintai pendapatnya, bahkan gaya hidupnya banyak ditiru orang kampung. Dia gemar sekali memakai sarung.
Tidak ada yang tahu alasan mengapa dia suka sekali pakai sarung. Yang pasti pada suatu sore, dia didatangi oleh sekelompok pemuda-pemudi kampung yang kesemuanya juga pakai sarung. Mereka mengaku sangat bangga memakai sarung seperti yang dilakukan oleh pemuda itu.
Akibatnya aparat desa seperti Pak RT, Pak RW, Pak Kadus, Pak Lurah dan Pak Kades marah karena banyak warganya yang ketularan pakai sarung. Dipanggillah si penyebar pertama wabah sarung ini untuk dimintai keterangannya. Anehnya, setelah mendapat penjelasan dari pemuda itu, akhirnya para aparat desa itu pun luluh hatinya dan ikut-ikutan pakai sarung. Sampailah pada saatnya semua warga di kampung itu memakai sarung, tak peduli tua, muda, laki-laki, perempuan, anak-anak, bahkan kakek-kakek dan nenek-nenek yang sudah bau tanah pun ikutan pakai sarung. “Sarung” mewabah di kampung kecil itu.
Pak Camat, setelah menerima laporan tentang wabah sarungisasi itu, langsung tengsin berat dan memanggil Kadesnya. Pak Kades pun menghadap Pak Camat dengan sarungnya. Anehnya, Pak Camat juga terpesona dan malah melupakan amarahnya dan ikut tergila-gila pakai sarung. Pak Bupati yang sudah mengetahui wabah kurang patut ini juga sempat murka di ruang kerjanya yang ber-AC. Camat dipanggil. Tetapi setelah camatnya menghadap pakai sarung, Pak Bupati juga terpesona dan akhirnya tertular pula pakai sarung. Pak Gubernur yang awalnya uring-uringan soal sarung ini, ternyata ikut-ikutan juga pakai sarung setelah melihat penampilan bupatinya.
Terakhir, walaupun Pak Presiden sempat nyaris stroke melihat kelakuan rakyatnya, tapi setelah melihat para menteri, pejabat negara dan seluruh rakyat di negaranya semua pakai sarung, akhirnya dia pun mengiyakan pakai sarung. Sarung adalah penggambaran suatu penyakit social, korupsi.(***)

DAGELAN

Dagelan

“Tidak ada karya agung Undang-Undang, karena yang menentukan adalah siapa yang melaksanakan Undang-Undang tersebut” (Ali Said, Menteri Kehakiman RI tahun 1981)

LAWAKAN, sering disebut juga dengan istilah dagelan dalam bahasa Jawa. Para pelakunya disebut pelawak. Sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya di panggung sandiwara, bahkan juga terjadi di panggung politik dan hukum. Salah satunya adalah dagelan hukum yang banyak membuat orang tertawa terpingkal-pingkal.
Mencuri, apa pun alasannya tidaklah dibenarkan dan tidak diperbolehkan. Siapa pun pelakunya, meski hanya mencuri beberapa buah semangka, mencuri kapas atau mencuri buah kakao yang kalau diuangkan nilainya hanya beberapa ribu rupiah saja, tetap saja salah. Meski alasannya adalah karena factor kemiskinan. Dengan penuh semangat, aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan menyerat pelaku pencurian dan diganjar sanksi. Aparat penegak hukum berkata; “Apa pun alasannya, keadilan harus ditegakkan!”.
Ironisnya, ada pelaku pencurian bahkan perampokan dalam jumlah besar hingga milyaran bahkan trilyunan rupiah uang rakyat, malah sulit banget tersentuh hukum. Meraka adalah koruptor keparat. Meski sisebut-sebut terbukti menggarong duit negara, tangan-tangan hukum lunglai di hadapannya. Mungkin karena mereka sanggup membayar pengacara hebat yang menyulap para penculas ini seakan-akan kebal hukum. Mereka juga sanggup menyuap, menyogok, dan menyumpal mulut oknum penegak hukum. Imbalannya, para aparat penegak hukum berkata; “Kasusnya tidak cukup bukti untuk diproses lebih lanjut”.
Karena hukum tak menyentuhnya, maka dengan harta panas melimpah, mereka bisa memelihara sejumlah wanita muda nan cantik, seksi semampai, wangi, berambut pirang, dan beranting-anting panjang untuk dijadikan perempuan simpanan. Sementara isteri di rumah yang sudah gembrot, kendor di sana-sini dan sibuk dengan arisan ibu-ibu kalangan jet set, tak lebih dianggapnya sebagai pajangan. Uang hasil korupsi, tetap dirasanya sangat manis. Sementara itu, bagi para pencuri kapas, semangka dan kakao tersebut harus menelan pahitnya ganjaran penegakkan hukum. Keadilan, terkadang menjadi barang mahal di negeri ini. Pilih mana, mau jadi koruptor atau pencuri kelas teri?(***)