07 Agustus 2010

Hukum Rimba

“Bukan karena undang-undang yang membuat keadilan tetap berlangsung, tetapi karena semangat untuk menjalankan undang-undang itu”.(Earl Warren)

BAGI asumsi banyak orang, hukum rimba dianggap berlaku mekanisme siapa kuat dia menang, sadis, saling bunuh, saling terkam, siapa kuat akan hidup, dan tak ada aturan. Menurut saya, anggapan itu tidaklah sepenuhnya benar. Mengapa?
Penguasa hukum rimba adalah adalah Singa dengan sebutannya si Raja Rimba yang dikenal perkasa dan paling ditakuti. Adalah Singa betina yang bertugas memburu binatang-bitanag seperti rusa, kijang, antelope, wildbeest, kerbau, kuda hingga zebra. Singa betina berburu untuk memberi makan anak-anaknya, juga untuk Singa jantan yang kelihatannya hanya santai, duduk manis dan hanya sesekali saja terdengar mengaum sambil menyaksikan Singa betina berjibaku menangkap mangsa. Dalam acara discovery chanel mengungkapkan, auman Singa jantan bisa terdengar hingga bermil-mil jauhnya untuk tujuan memperingatkan kepada hewan lain, supaya tidak mengganggu wilayah kekuasaannya. Tapi Singa paham, bahwa rimba diciptakan bukan hanya untuknya, tetapi juga diperuntukkan bagi hewan-hewan yang lain.
Kita tahu, meskipun hewan-hewan lain terus diburu Singa, namun dari waktu ke waktu keberadaannya tak pernah habis. Bahkan jumlahnya tetap lebih banyak daripada Singa. Kalau tidak pecaya, silahkan hitung sendiri. Sebabnya Singa tidaklah rakus dan hanya memangsa secukupnya. Bahkan terkadang Singa jantan harus membunuh anaknya sendiri untuk menjaga keseimbangan antara pemangsa dan yang dimangsa. Dari jaman purba, Singa hanya berburu sesuai dengan kebutuhan perutnya dan tak boleh serakah. Jika dia serakah, maka dia akan dikeroyok oleh Singa-singa yang lain. Begitulah aturan Hukum Rimba menurut saya.
Singa tak perlu belajar Pancasila dan Undang-Undang 1945 untuk memahamai arti keadilan social. Singa menyantap buruannya secara bersama-sama dan meninggalkan sisanya untuk binatang-binatang lain pemakan bangkai. Sikap Singa itu adalah gambaran keadilan social di dunia rimba. Singa tak perlu belajar ke Fakultas Hukum untuk menegakkan hukum rimba yang sudah berlaku sejak jutaan tahun silam di dunianya, tanpa ada yang bisa mengusik aturan-aturan yang berlaku di dalamnya. Tak ada yang mampu memanipulasi dan meyelewengkan aturan yang telah ada. Singa tak perlu membaca Kitab Suci untuk memahami arti hidup dan mati. Karena ketika dia sudah merasa tua bangka dan tak lagi mampu berburu, Singa akan menyingkir berserah diri kepada Ilahi dan mati. Singa sadar, sekuat apa pun Sang Raja, pada akhirnya akan lemah dan tewas untuk menghadapi pengadilan yang paling adil di akherat.
Keputusan hukum rimba sudah jelas dan pasti. Tidak bisa direkayasa, tidak bisa disanggah, tidak membingungkan dan tidak mengenal polisi sogok, pengacara nakal, jaksa suap, dan hakim mata duitan, serta tak berlaku pula jual beli pasal. Yang jelas, hukum rimba tidak kenal Markus (makelar kasus) dan, Markum (makelar hukum).Happy New Years.(***)

Tidak ada komentar: