07 Agustus 2010

Kisah Rojali dan Sumitro



“Nasihat jarang diterima dengan baik oleh hampir semua orang yang memerlukannya.” (Lord Chesterfield)

SEBELUMNYA, saya minta maaf kepada Anda yang kebetulan punya nama Rojali atau Sumitro yang akan saya gunakan sebagai istilah dalam tulisan edisi kali ini. Jika ada kesamaan cerita, nama dan tokoh pada tulisan ini, hanyalah factor kebetulan belaka tanpa ada unsur kesengajaan.
Rojali (Rokok Jarang Beli) adalah istilah yang tak jauh-jauh beda dengan Sumitro (Suka Minta Rokok). Keberadaan mereka banyak dijumpai di sekitar kita, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Keduanya adalah kelompok perokok yang tak mampu menahan diri saat mulutnya terasa masem. Ada lagi istilah yang masih mirip juga dengan Rojali dan Sumitro, yakni Romantis (Rokok dan Makan Gratis).
Untuk mendapatkan sebatang rokok demi mulutnya bisa ngebul, Rojali dan Sumitro biasa meminta rokok dengan teman-temannya. Bermodalkan pandai ngobrol, keduanya berharap akan mendapatkan sebatang rokok. Kadang kala Rojali dan Sumitro juga mampu beli rokok, tapi amat jarang, karena dompetnya sering kosong melompong. Mengapa si Rojali dan Sumitro sulit menghilangkan kebiasaannya merokok? “Kasihan petani tembakau jika semua orang berhenti merokok,” kata Rojali dan Sumitro enteng.
Rokok menurut guru ngaji hukumnya makruh karena dinilai membawa ketidakbaikan bagi kesehatan tubuh. Wajar jika kampanye anti rokok dan anti asap tembakau terus mengumandang secara internasional.
Indonesia menduduki peringkat 5 jumlah perokok terbesar di dunia. Kaum remajanya malah divonis jumlahnya tertinggi di dunia. Tercatat sebanyak 13,2 % kaum pelajar di Indonesia adalah perokok aktif. Di negara-negara lain, paling tinggi hanya 11 %. Catatan WITT (Wanita Indonesia Tanpa Tembakau) tahun 2007, jumlah meninggal dunia akibat rokok juga cukup signifikan. Dari total 1,2 juta orang di Asia Tenggara yang menggunakan bahan baku tembakau, sebesar 25 %-nya berada di Indonesia, diantaranya meregang nyawa.
Sementara itu menurut pakar kesehatan ada sekitar 43 jenis penyakit yang bisa ditimbulkan akibat merokok hingga berujung kepada kematian. Dari sebatang rokok, mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia berbahaya, terutama tar, nikotin dan karbon monoksida. Tapi Rojali maupun Sumitro tak menggubrisnya. Ada anekdot, sangat sedikit jumlah perokok berat yang masuk ke IGD (instalasi gawat darurat) rumah sakit. Pasalnya, banyak perokok berat yang keburu tewas di perjalanan sebelum tiba di rumah sakit. Nah, lho. Tunggu apalagi. No Smoking!(***)

Tidak ada komentar: