07 Agustus 2010

Mobil Dinas

“Perilaku seseorang adalah terjemahan dari jalan pikirannya”.(John Locke)

ENAK tenan rasanya jadi seorang pejabat. Naik mobil bagus nan mentereng, harganya ratusan juta rupiah, gratis, dan perawatannya ditanggung pula oleh negara.
Naik mobil keren, bikin penunggangnya yang tidak ganteng jadi terlihat tampan, yang sudah bertampang cakep, akan terlihat semakin mantap. Yang udah berwajah cantik, kian kinclong. Bahkan ada pula yang berpikiran untuk mencari bini baru, ngurat sana ngurat sini cari teman tapi mesra (TTM), berburu wanita simpanan dan koleksi selingkuhan. Kurang apa lagi, duit banyak, dan koneksi berjibun. Tetapi, saya berkeyakinan, semua pejabat kita baik-baik, terhormat dan dicintai rakyatnya.
Untuk menikmati segala fasilitas itu, Anda harus menjadi seorang pejabat. Meski mobil dinasnya plat merah (kadang ada juga yang sudah diganti dengan plat hitam karena alasan yang belum jelas), tetap saja penuh gaya. Meski dibeli dengan uang rakyat yang tujuannya untuk mempermudah para pejabat dalam menjalankan tugas pelayanan public, namun terkadang fungsinya untuk kepentigan pribadi.
Konon, Komisi Yudisial (KY) baru-baru ini menemukan adanya fasilitas mobil dinas yang digunakan untuk keperluan di luar kedinasan. Yang mengejutkan lagi, penyimpangan peruntukkan itu ditemukan hampir di semua instansi pemerintahan. Padahal perawatan yang mahal, biayanya dibebankan kepada negara. Berubahlah fungsinya sebagai mobil keluarga. Pengen? Gampang, jadilah pejabat.(***)

Tidak ada komentar: