07 Agustus 2010

Negeri Tikus

“Semua binatang di dunia tahu, bahwa hal yang terpenting dalam hidupnya adalah menikmatinya”.(Samuel Butler)

KONON katanya, ada sebuah negeri makmur yang tingkat perekonomiannya sangat tinggi. Wilayahnya tidak luas dan jumlah penduduknya tidak banyak, namun cukup padat. Angka korupsinya, cukup rendah jika dibanding dengan negeri-negeri tetangganya, meski rakyatnya adalah tikus.
Negeri sejahtera ini saya sebut sebagai Negeri Tikus. Karena rakyatnya mayoritas adalah tikus. Kebayakan, tikus-tikus ini adalah pendatang dari negeri tetangga dan memilih menetap disini dengan aman tanpa ada yang berani mengganggu. Mereka meninggalkan negeri asalnya setelah dibuatnya miskin menderita. Lumbung-lumbung padinya sudah dibobol dan isinya dibawa kabur ke Negeri Tikus. Tikus-tikus ini memiliki otak encer, lihai, dan daya penciumannya tajam. Dikenal licik dan pandai mengkadali para penguasa di negeri asalnya yang memiliki kucing-kucing bergigi ompong dan matanya hijau berbinar kalau melihat duit. Mudah sekali disogok, gampang disuap dan enak diajak menyusun konspirasi jahat. Kalaupun ada kucing yang tidak ompong, biasanya giginya palsu. Jadi kalau menggigit, rasanya geli dan hanya membuat para tikus ini terpingkal-pingkal. Bisa seharian mereka mentertawakan kucing-kucing ompong dan bergigi palsu itu. Mereka terus saja memperolok-olok kucing-kucing menyedihkan itu. “Ayo, tangkap aku kau kusogok. Hahaha, hihihi, huhuhu, kasihan deh lu,” pongahnya.
Namun, perilaku korup dan serakahnya tak berguna di Negeri Tikus ini yang memiliki kucing-kucing bergigi tajam, bukan gigi palsu dan tidak ompong. Matanya juga tidak hijau jelalatan kalau melihat kelebatan lembaran uang. Kucing di sini tak mempan disogok. Meski tikus-tikus pendatang ini mati kutu di negeri ini, namun tetap saja bisa menikmati kekayaan yang dibawa dari negeri asalnya. Dia bisa membuka bisnis baru di Negeri Tikus ini, tentunya dengan prosedur dan aturan resmi yang ditentukan pemerintahnya. Bahkan, ada beberapa tikus yang masih mengendalikan bisnisnya di negeri asalnya. Tentunya, lagi-lagi dengan terus tersenyum, tertawa lebar, ongkang-ongkang kaki di kursi empuk bersandaran tinggi, rokok mahal terselit di sudut bibirnya dan tangannya tak henti-hentinya berkipas dengan lembaran rupiah, dollar atau poundsterling. Tangan-tangan hukum lunglai di hadapan tikus-tikus seperti mereka.(***)

Tidak ada komentar: