22 Februari 2013

J u d i

“Cara melemparkan Dadu yang paling baik adalah, dengan melemparkannya ke tong sampah”. (Anonimous) SAMPAI kapanpun, yang namanya judi tidak akan pernah terberantaskan. Apalagi, sejumlah negara malah membangun tempat-tempat judi secara resmi. Karena, dari meja perjudian akan terserap banyak dana segar untuk menunjang pembangunan suatu negara. Konon, duit yang terserap ke meja judi di sejumlah tempat judi kenamaan di dunia sangat besar jumlahnya. Catatan BBC News menyebutkan, bahwa jumlah uang judi yang beredar di meja judi Asia mencapai US$ 14 Miliar. Angka yang fantastis, bisa mengentaskan kemiskinan di Indonesia tercinta ini. Selanjutnya, pusat judi Makau mampu menyerap uang judi hingga US$ 5 Miliar. Genting Highland di Malaysia mampu menyedot sebsar US$ 4 Miliar dan sisanya diserap oleh tempat-tempat judi resmi lain di Asia ini seperti di Kamboja, Korea Selatan, Filipina dan Myanmar. Darimana saja asal penjudi-penjudi itu? Masih menurut catatan BBC News, sekitar 50 persen penjudi di Genting Highland Malaysia berasal dari Indonesia, 40 persen berasal dari Singapura dan warga Malaysia hanya 10 % saja. Mungkinkan uang-uang hasil korupsi di Indonesia dibawa lari ke Malaysia untuk berjudi? Mungkin saja. Bahkan bukan hanya untuk judi, uang hasil korupsi biasanya juga untuk ngelonte dengan pelacur-pelacur kelas tinggi dan beloi narkoba serta minuman keras. Uang korupsi juga untuk ngongkosin wanita-wanita muda yang mulus, denok-denok dan berbau wangi sebagai wanita simpanan, karena isteri di rumah sudah gembrot dan kendor dimana-mana. Semoga saja mereka segera sadar dan tobat dan kembali ke jalan Tuhan. Tapi kalau tak juga sadar, biarin aja disamber gledek. (**)

Judi Kematian

“Tidak ada istri yang tahan menderita terhadap suaminya yang penjudi, kecuali bila suaminya menang terus”. (Lord Dewer) KEMATIAN merupakan hal yang paling menyedihkan bagi keluarga yang ditingalkannya. Namun, di Taiwan sepertinya kematian bisa dijadikan uang bagi keluarga yang mau ditinggal mati. Ada sebuah judi unik di Taiwan yakni menebak kapan agota keluarga yang sedang sakit akan mati. Judi semacam ini dikelola oleh beberapa orang yang menamakan dirinya Senior Citizens Club. Klub penjudi ini telah ada di 10 rumah perjudian di Kota Taizhong. Yang boleh ikut jadi angota taruhan judi siapa yang akan mati adalah semua keluarga pasien yang sakit yang sedang sekarat. Persyaratan lain adalah para anggota harus membayar uang pendaftaran sebesar 40 poundsterling atau sekira Rp620 ribu (Rp15.632 per 1 pound sterling). Demikian dikutip di dari Orange. Tidak hanya keluarga pasien saja yang melakukan taruhan tebak kapan mati ini. Bahkan dokterpun ada yang mengikuti taruhan. Dokter bahkan mau mengeluarkan uang sebanyak 2,1 juta Poundsterling atau sekira Rp325 miliar ke bandar judi. Aturan dari judi ini pun cukup simpel, bandar judi menang jika pasien meninggal dalam waktu satu bulan. Namun, jika mereka mati antara satu dan enam bulan setelah taruhan ditempatkan, para penjudi akan dibayar tiga kali mereka taruhan. Nah, apa yang dilakukan oleh orang-orang ini, seperti sudah tidak ada lagi hal lain yang bisa dijudikan, selain orang mau mati. (**)

Monster Itu Orang Dekat

“Begitu kehidupan dimulai, maka pada saat itu pula ada kemungkinan timbul bahaya”. (Ralph Waldo Emerson) BANYAK diantara kita yang tidak menyadari, bahwa sebenarnya bahaya terkadang bisa saja muncul dari orang-orang terdekat kita. Dalam banyak kasus pemerkosaan misalnya, justru sebagai “Monster” pelakunya adalah orang-orang terdekat korban. Orang-orang yang seharusnya melindungi, malah menjadi ancaman, bahkan sangat sadis. Tak berlebihan jika Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menetapkan tahun 2013 adalah tahun darurat nasional kejahatan seksual terhadap anak. Bahkan, Komnas PA malah menyajikan sebuah data yang sangat mencengangkan. Dari tahun ke tahun, angkanya terus meningkat. Data Komnas PA, misalnya, mencatat laporan kekerasan ada 2.509 kasus pada 2011. Sebesar 52 persen, masuk kategori kekerasan seksual terhadap anak. Pada 2012, angka itu bukannya menurun, malah melonjak hampir 130 persen. Tahun 2012, laporan kekerasan terhadap anak naik menjadi 2.637, dengan 62 persen di antaranya kekerasan seksual kepada anak-anak dilakukan orang dewasa, atau orang terdekat. Dan lagi, anak korban kekerasan seksual mayoritas berasal dari keluarga miskin, atau ekonomi menengah ke bawah. Tahun 2012, dari 2.637 korban, 82 persen berasal dari masyarakat miskin. Orang miskin, tidak mampu melawan, dan tidak mampu mengungkapkan protesnya. (**)

ZONA MERAH

INDONESIA adalah salah satu negara yang berada di urutan keempat daftar negara yang paling berbahaya untuk jurnalis, setelah Syria, Nigeria dan Brasil. Fakta itu mengacu kepada INSI (Internasional News Safety Institute) yang berjudul “killing The Messenger” yang dipublikasikan pada 24 Agustus 2012 lalu. Riset itu dilakukan pada periode Januari – Juni 2012, setelah Syria, Nigeria dan Brasil. Berdasarkan data riset tersebut, sedikitnya 70 jurnalis dan pekerja media tewas ketika bertugas selama Januari – Juni 2012. 15 orang di Syria, dan di Indonesia pada periode yang sama 6 jurnalis tewas saat bertugas, yakni dalam kecelakaan Sukhoi Superjet 100 pada Mei lalu. Karena dalam riset INSI ini juga memasukkan factor kecelakaantransportasi dalam variable penyebab tewasnya jurnalis. Namun INSI menyebutkan, bahwa mayoritas tewasnya jurnalis adalah karena pembunuhan (45%) dari 70 kasus. Nah, baru-baru ini salah satu jurnalis Indonesia, Aryono Linggotu, 24 tahun, wartawan Harian Metro manado, menjadi korban pembunuhan, mempertegas bahwa Indonesia adalah zona merah bagi keselamatan jurnalis. Aryono Linggotu tewas dengan 14 tusukan, yang hingga kini motif dibalik pembunuhannya masih kabur. Mampukah Polisi mengungkapnya? Kita tunggu saja. (***)

Kisah Sang Tikus

“Jika seseorang memiliki nasib harus tenggelam, dia akan tenggelam sekalipun berdiri di dalam sendok yang penuh berisi air”. (Peribahasa Yahudi) MUNGKIN Anda sudah pernah mendengar cerita inspiratif ini, namun tidak ada salahnya jika saya ceritakan kembali sebagai bahan renungan. Semoga bermanfaat. Suatu hari sepasang suami istri petani pulang ke rumah setelah berbelanja. Ketika mereka membuka barang belanjaan, seekor Tikus memperhatikan dengan seksama sambil menggumam. “Hmmm…makanan apa lagi yang dibawa mereka dari pasar?” gumamnya. Ternyata, yang dibeli oleh petani itu bukan makanan, melainkan perangkap tikus. Sang tikus kaget bukan kepalang. Ia segera berlari menuju kandang sambil berteriak. “Ada perangkap tikus di rumah!….di rumah sekarang ada perangkap tikus..!!” teriaknya. Ia mendatangi beberapa temannya untuk memberitahukan soal perangkap tikus itu. “Tuan Tikus, aku turut bersedih, tapi perangkap tikus itu tidak berpengaruh terhadap diriku,” komentar Ayam. Sang Tikus lalu pergi menemui seekor Kambing dan memberitahukan hal yang sama. “Aku turut bersimpati, teman. Tapi tidak ada yang bisa aku lakukan,” ujar Kambing. Ketika Tikus menemui Sapi, dia juga memperoleh tanggapan yang hampir sama. ” Maafkan aku, kawan. Ttapi perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali,” ucap Sapi. Dengan hati setengah dongkol atas tanggapan teman-temannya, Tikus lalu berlari ke dalam hutan. Dia berjumpa dengan temannya, seekor ular berbisa. “Ahhh…Perangkap Tikus yang kecil, tidak akan mencelakai aku,” ujar Ular agak sombong. Akhirnya Sang Tikus kembali ke rumah petani itu dengan pasrah dan terpaksa harus menghadapi bahaya sendirian. Suatu malam, petani pemilik rumah terbangun setelah mendengar suara keras. Perangkap tikusnya berbunyi menandakan telah berhasil menangkap korban. Tapi ternyata bukan tikus yang tertangkap, melainkan seekor ular berbisa. Buntut ular yang terperangkap, membuat ular semakin ganas dan menyerang istri pemilik rumah. Walaupun sang Suami berhasil membunuh ular berbisa tersebut, sang istri tidak sempat dipatok ular itu. Walaupun sempat membawanya ke rumah sakit, namun tubuhnya demam tinggi. Lalu istrinya meminta dibuatkan sop ceker ayam oleh suaminya. Tahukah Anda, sop ceker ayam sangat bermanfaat untuk mengurangi demam. Dengan penuh kasih sayang, suaminya segera menyembelih ayamnya untuk dimasak sop ceker. Beberapa hari kemudian sakitnya tidak kunjung reda. Seorang teman menyarankan untuk makan hati kambing. Ia lalu menyembelih kambingnya untuk mengambil hatinya. Tapi, istrinya tidak juga kunjung sembuh, dan akhirnya meninggal dunia. Banyak sekali orang datang pada saat pemakaman. Sehingga sang Petani harus menyembelih sapinya guna memberi makan orang-orang yang melayat. Dari kejauhan…Sang Tikus menatap dengan penuh kesedihan. Beberapa hari kemudian ia melihat Perangkap Tikus tersebut sudah tidak digunakan lagi. Dalam hatinya dia berkata: “Gara-gara perangkap tikus itu, mengakibatkan teman-temannya (Ayam, Kambing, Sapi dan Ular) menjadi korban”. (**)

Sapu Tangan

“The style is the man. Gaya adalah ciri orangnya”. (Penulis) SEMUA orang mengenal sapu tangan yang biasanya berfungsi sebagai penyeka peluh atau bahkan sebagai tanda cinta kepada pasangannya. Benda ini seenarnya sudah disebut dalam syair karya Catulus (85-87 SM). Di zaman itu, sapu tangan dibuat dari anyaman rumput. Tetapi memasuki abad pertengahan Masehi, barulah sapu tangan dibuat dari jalinan kain linen. Hanya golongan masyarakat kelas atas yang sanggup memilikinya. Memasuki abad 14, masyarakat Eropa mulai menempatkan sapu tangan sebagai bagian dari gaya busana. Terutama di Italia, tempat pertama kali sapu tangan muncul dari seorang wanita Vanesia, yang memotong-motong rami berbentuk bujur sangkar dan menghiasinya dengan renda-renda. Fungsi sapu tangan bertambah sebagai alat bertutur sapa masyarakat kelas atas dengan cara melambai-lambaikannya, hingga ke gedung teater untuk memberikan sambutan hangat kepada pemainnya. Dari Italia, sapu tangan kemudian menyebar ke seantero Perancis. Para bangsawan di bawah Raja Henry II memiliki andil besar dalam penyebarannya. Saat itu sudah berbahan dasar mahal yang dibordir cantik sehingga menjadi barang mewah. Ketika pada abad 17 diperkenalkan cerutu, maka fungsi sapu tangan menjadi sangat penting. Menghisap cerutu adalah kelas kalangan atas yang elegan, namun kerap meninggalkan noda kecoklatan pada hidung karena nokotin serta mengganggu penampilan. Pada abad 18 di Versailes, suatu hari Maria Antoinette menyatakan, bahwa sapu tangan berbentuk bujur sangkar lebih tepat dan lebih mudah dibawa kemana-mana. Bahkan Raja Louis XVI sampai harus mengeluarkan peraturan tentang ukurannya bagi semua sapu tangan yang dibuat di lingkungan istananya. Pada abad 19, sapu tangan sudah sampai di Jerman, namun hanya beredar di kalangan bangsawan dan keturunan kerajaan. Saat itu, sapu tangan juga menjadi hadiah umum dari pria yang sedang menaruh hati seorang wanita, atau sebaliknya. Nah, sekarang sapu tangan telah menjadi sarana komunikasi yang menarik. Meletakkan sapu tangan di pipi kiri berarti, aku cinta padamu. Jika disambut dengan menempelkannya di pipi kanan, berarti mengiyakan dan sebaliknya di pipi kiri adalah penolakan. Arti lain, jika diletakkan di bahu kiri, berarti ikuti aku. Jika seorang wanita meletakkannya di bibir sambil menatap anda, berbahagialah. Berarti dia ingin mengajak berkenalan. Tapi, kini sapu tangan sudah digeser oleh tisu kertas yang lebih praktis dan higienis tapi tak ramah ingkungan karena suka dibuang di sembarang tempat setelah dipakai untuk mengusap peluh, noda hingga bersin. Sementara itu, sapu tangan tidak pernah dibuang di sembarang tempat sekalipun telah digunakan.(***)