02 Mei 2013

Pentol Korek

"Satu batang pohon dapat membuat jutaan batang korek api, tapi satu batang korek api dapat membakar jutaan pohon". (Anonimous) DARI pribahasa itu, saya mencoba memaknainya, bahwa satu pikiran negatif dapat membakar semua pikiran positif. Secara anatomi, korek api mempunyai kepala, tetapi tidak mempunyai otak. Oleh karena itu setiap kali ada gesekan kecil, sang korek api langsung terbakar. Kita mempunyai kepala, dan juga otak. Jadi kita tidak perlu terbakar amarah hanya karena gesekan kecil. Perhatikanlah, ketika burung hidup, ia makan semut. Ketika burung mati, semut makan burung. Waktu terus berputar sepanjang zaman. Siklus kehidupan terus berlanjut. Jangan merendahkan siapapun dalam hidup, bukan karena siapa mereka, tetapi karena siapa diri kita. Kita mungkin berkuasa, tapi sang waktu lebih berkuasa daripada kita. Waktu kita sedang jaya, kita merasa banyak teman di sekeliling kita. Waktu kita tak berdaya, barulah kita sadar selama ini siapa kualitas orang yang hanya memperalat dan menggunakan kita. Waktu kita sakit, kita baru tahu bahwa sehat itu sangat penting, jauh melebihi harta. Ketika kita tua, baru sadar jika masih banyak hal yang belum kita dikerjakan. Dan, setelah di ambang ajal, kita baru terhenyak, ternyata begitu banyak waktu yang terbuang sia-sia. Banyak energi percuma yang terkuras oleh berbagai persoalan yang sebenarnya tidak ada. Hidup tidaklah lama, sudah saatnya kita bersama-sama membuat hidup lebih berharga. Saling menghargai, Saling membantu dan memberi. Saling mendukung, saling mengasihi, menyayangi dan mencintai. Jadilah teman perjalanan hidup menuju masa depan tanpa pamrih, dan tanpa syarat. Menjadi teman hidup yang tidak lagi menyalahkan masa lalu, namun jadilah teman hidup yang bahu membahu membangun masa depan. Nikmatilah hidup ini dengan gembira dan selalu positif thingking. Karena, dalam hidup ini, apa yang ditanam, itu yang akan dituainya. (**)

Anak Siapakah Mereka?

“JIka orang tua sudah tidak mampu menjaga anak-anaknya, negara akan menghadapi kesulitan untuk menjaga anak-anak itu di jalanan”. (Penulis) KARENA alasan tekanan ekonomi, broken home, diusir dari rumah dan jadi gelandangan, konflik politik berkepanjangan yang menyulut perang saudara, hingga tingginya biaya sekolah, memaksa anak-anak harus bekerja untuk hidup dengan bayaran yang rendah. Di Afrika Bawah-Sahara, merupakan negara yang banyak mempekerjakan anak-anak. Lebih dari 40 persen anak-anak umur 5-14 tahun bekerja untuk gaji Rp50 ribu per minggu. Fakta yang juga didukung oleh data di seluruh dunia, ILO (International Labour Organization) lembaga PBB yang menanganai masalah ketenagakerjaan/buruh mencatat sebesar 32 persen dari 220 juta anak-anak di dunia sudah bekerja. Di negara Liberia seperti halnya negara Afrika lainnya, negara ini tidak memiliki data rata-rata jam kerja harian mereka. Alasannya karena sebagian 85 persen warganya yang berjumlah 3 juta jiwa itu tidak memiliki pekerjaan. Alasan lain, banyak para pencari data untuk angka-angka statistik tidak ada yang berani mendekati tentara anak-anak yang tengah bertempur di medan perang sipil. Juga tidak berani bertanya berapa jam kerja mereka di jalanan kota Monrovia yang sering terjadi pertumpahan darah, akibat perang antar geng. Nah, di negara Nauru, sebuah negara yang berpenduduk sekitar 9.000 jiwa dengan luas wilayah sebesar 20 km persegi ini tergolong unik. Sebagai salah satu negara terkecil di dunia, namun memiliki tingkat pengangguran tertinggi hingga 90 persen.(**)

Duduk Tenang

"Segala permasalahan yang terjadi disebabkan ketidaktahuan manusia untuk bagaimana Duduk Tenang”. (Blaise Pascal,1623-1662, Filsuf dan Matematikawan Prancis abad ke-17). PERANG enam hari pada tahun 1967, antara Israel versus Mesir, Syria, dan Yordania, benar-benar menjadi perhatian dunia, terutama insan pers. Seorang wartawan sempat bertanya kepada mantan Perdana Menteri Inggris, Harold Macmillan, apa pendapatnya tentang konflik Timur Tengah itu. Tanpa ragu sang negarawan mengatakan “Tak ada masalah di Timur Tengah”. Kontan si wartawan tercengang dengan jawaban itu. “Apa maksud Anda tak ada masalah di Timur Tengah? Tak tahukan Anda sedang terjadi perang yang begitu ganas? Tak sadarkah Anda bahwa selama ini kita sedang berbicara ini, bom-bom jatuh dari langit, tank-tank meledakkan segala sesuatu, dan prajurit diberondong peluru. Sudah banyak yang tewas maupun terluka. Apa yang Anda maksud dengan tak ada masalah di Timur Tengah?” tanya si wartawan penasaran. Dengan sabar negarawan yang berpengalaman itu menjelaskan. “Sebuah masalah adalah sesuatu yang memiliki solusi. Nah, ternyata apa yang terjadi di Timur Tengah idak ada solusi. Karenanya hal itu tidak bisa dikatakan sebagai sebuah masalah”. Si wartawan tertegun. Berapa banyak dari kita yang menghabiskan waktu untuk masalah yang sebenarnya bukan masalah. Aksi anarkis di Palopo yang dipicu persoalan Pilkada tak seharusnya terjadi jika pihak yang tak puas dapat menahan diri. Kejadian mempertontonkan tindak kekerasan ini sebenarnya bukan pertama kali terjadi. Banyak fasilitas umum, gedung-gedung perkantoran yang notabenenya dibiayai uang negara hancur. Negara seakan lumpuh tak mampu berbuat apa-apa. Ke mana Negara yang dulu dengan gagah menindas perbedaan dan konflik-konflik? Kemana perginya budaya musyawarah dan mencapai? Semua itu karena ketidakmampuan kita semua pihak untuk bagaimana belajar “Duduk Tenang”. (**)

Gaji Pak Gubernur

“Anda jangan menggunakan uang, sebelum uang itu adalah milik Anda”. (Thomas Jefferson) FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) menjabarkan gaji dan tunjangan seorang Gubernur DKI Jakarta. Saya kaget banget setelah tahu, kalau ternyata Gubernur DKI Jakarta memiliki gaji lebih dari 10 kali lipat yang diterima oleh Presiden RI tiap bulannya. Berdasarkan PP 109 Tahun 2000, pemasukan kepala daerah dan wakilnya didapat dari gaji, tunjangan jabatan dan tunjangan lainnya. Nah, gaji pokok Gubernur DKI Jakarta Rp3 juta per bulan, plus tunjangan jabatan sekitar Rp5,4 juta, jumlahnya Rp8,4 juta per bulan. Terus, juga berhak atas tunjangan operasional yang ditentukan berdasarkan klasifikasi PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang tahun 2012 ini dianggarkan sebesar Rp17,6 miliar. Sehingga, total pendapatan yang diterima oleh Gubernur DKI Jakarta, dari tunjangan operiasonal mencapai Rp743.400.000 per bulannya. Kalau ditotal dengan gaji resminya, maka saban bulannya dia menerima Rp751.800.000. Belum lagi PP 69 Tahun 2010 yg menyebutkan, penerimaan pajak provinsi di atas Rp7,5 triliun, gubernur berhak dapat insentif sepuluh kali gaji pokok dan tunjangan. Ayo, bandingkan dangan gaji dan tunjangan Presiden RI setiap bulan yang sebesar Rp62,5 juta, serta gaji dan tunjangan Wapres RI yang sebesar Rp42, 5 juta. So, percaya boleh, ndak percaya pun silahkan. Akhirnya dengan congkaknya, saya perbandingkan pula dengan gaji saya yg masih UMR (Upah Minimum Regional), ternyata mencapai beribu-ribu kali lipat dari yg saya terima tiap bulan. Tapi Alhamdulillah, Halal. (**)

Waspadalah….!

“Orang baik akan kecewa berada di lingkungan yang tidak baik. Oleh sebab itu, mereka merasa perlu menjadi orang tidak baik berdasarkan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan tidak baik yang ditinggalinya”. (Machiafelli) SETIAP menyebut kata “Waspadalah…!” dalam benak kita langsung muncul bayangan Bang Napi yang sering muncul di siaran berita-berita criminal salah satu televise nasional. Dengan jorgan itu, sosok Bang Napi sudah melekat erat dalam benak masyarakat luas. Tapi tahukah Anda? Bicara Napi, tidak bisa terlepas dari berbagai persoalan yang menyelimuti Lembaga Permasyarakatan (Lapas). Mulai dari belum optimalnya pelayanannya, kurangnya jumlah sipir hingga ketidakseimbangan antara jumlah napi dan jumlah Lapas di Indonesia ini. Secara keseluruhan, di seluruh Indonesia ada 500 Lapas untuk dihuni oleh tahanan dan Napi dengan kapasitas maksimal 100 ribu. Tetapi, saat ini (April 2013), jumlah Napi dan tahanan di seluruh Indonesia mencapai 135 ribu orang. Artinya telah terjadi over loaded, alias jumlah ruangan yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah penghuninya. Bisa ditebak, kondisi di dalam Lapas akan semerawut tidak karuan, amburadul, mengenaskan yang akan berpengaruh langsung kepada pelayanan. Karena dari sisi anggaran, alokasinya jelas diperuntukkan untuk mengakomodir yang 100 ribu orang. Jika dipaksanakan alokasi untuk 100 ribu orang guna mengakomodir 135 ribu orang, maka pelayanan dan pembinaan kepada penghuni Lapas yang seharusnya lebih baik, terpaksa tidak sesuai harapan. So, ironis memang. Ketika negeri ini bisa dikatakan tidak mampu mengurus warga binaan di Lapas, namun di sisi lain, ratusan miliar rupiah duit rakyat dikemplang oleh garong-garong yang disebut koruptor. (*)

Negeri Pengutang

“Bankir adalah orang yang meminjamkan payung di saat terang, dan memintanya kembali disaat turun hujan”. (Bennett Cerf) Tidak ada orang yang tidak pusing kepalanya jika banyak hutang. Demikian juga dengan sebuah negara, biasanya perekonomian dan kesejahteraan rakyatnya tidak stabil.  The World Bank baru saja merilis International Debt Statistic 2013 atau Statistik Utang Internasional 2013. Dalam laporannya, arus utang masuk ke negara-negara berkembang terlihat menurun pada tahun 2011. Namun Indonesia sendiri masih masuk ke dalam 10 pengutang terbesar di antara negara berkembang. Sepubuh besar peminjam-utang luar negeri 2011 versi Bank Dunia adalah: China US$ 685,4 miliar, Russia US$ 543,0 miliar, Brasil US$ 404,3 miliar, Turki US$ 307,0 miliar, India US$ 334,3 miliar, Meksiko US$ 287,0 miliar, Indonesia US$ 213,5 miliar, Ukraina US$ 134,5 miliar, Rumania US$ 129,8 miliar, dan Kazakhstan US$ 124,4 miliar Sementara itu total utang pemerintah Indonesia hingga November 2012 mencapai Rp1.990,66 triliun. Utang pemerintah tersebut terdiri dari pinjaman Rp615,34 triliun dan surat berharga Rp1.375,33 triliun. Jika menggunakan PDB Indonesia yang sebesar Rp7.226 triliun, maka rasio utang Indonesia per November 2012 sebesar 27,5%. Dari total utang pemerintah Rp1.990,66 triliun, sebesar Rp613,71 triliun merupakan utang luar negeri yang didapat dari beberapa negara dan juga lembaga-lembaga multilateral. Utang luar negeri ini turun Rp7,11 triliun dibandingkan akhir 2011 yang sebesar Rp620,28 triliun. (***)

Hebat Karena Buku

“Buku dikatakan baik, jika dibuka dengan pengharapan danb ditutup dengan faedah”. (Amos Bronson Alcott) MASIH ingat dengan mendiang Adam Malik, Wapres 1978-1983? Pendidikannya hanya sampai SD, namun karena hobby membacanya yang hebat, sehingga wawasan dan pemikirannya tak kalah dengan orang yang berpendidikan tinggi. Semasa hidupnya, dia tak pernah jauh dari buku. Di akhir hidupnya, dia mewariskan sekitar 6.000 buku di gudang. Kemudian Ir Soekarno, dia pernah berkata bahwa seluruh waktu dia pergunakan untuk membaca buku. Buku karya Rosihan Anwar berjudul Musim Berganti, mengungkap, Bung Karno saat dibuang ke Bengkulu ditanya oleh seorang mahasiswa Belanda, mengapa dia membaca semua buku dengan giat dan sangat serius. Dia menjawab, “Orang muda, saya harus banyak belajar giat sekali karena Insya Allah saya akan menjadi Presiden di negeri ini”. Tujuh tahun kemudian, dia memang menjadi Presiden RI pertama. Sejak masih kos di rumah HOS Tjokroaminoto kala menuntut ilmu di Hogere Burger School, Bung Karno memang telah menempatkan buku sebagai teman hidupnya. Dengan membaca dia seperti bedialog dengan Gladstone dari Britania, Sidney dan Beatrie Webb pendiri gerakan buruh Inggris, dengan Mazzini, Cavour, Garibaldi dari Italia, Karl Mark, Friedich Engels, Lenin dari Rusia, Jean Jacques Rousseau, Aristide Briand hingga Jean Jaures ahli pidato terbesar dalam sejarah Perancis, dan lain-lain. Selanjutnya Muhammad Hatta, dia sangat getol membaca buku-buku ilmiah yang tebal-tebal dalam kesehariannya. Saat dia dibuang ke Boven Digul, dia membawa 16 peti berisi buku koleksinya. Buku-buku ekonomi saat dia belajar di Belanda itu dibawanya juga saat dipindahkan ke Bandanaiera. Tokoh lain adalah Sjahrir, juga dikenal sebagai kutu buku. Dia rela menyisihkan uang jajan untuk beli buku. Gus Dur atau Abdurrahman Wahid, mantan Presiden RI pasca reformasi. Waktu masih kecil, dia pernah ditegur ibundanya soal hobbynya membaca. Terungkap dalam buku, Beyond the Symbols: Jejak Antropologis Pemikiran dan Gerakan Gus Dur: “Jangan terlalu banyak membaca, nanti matamu rusak,” kata ibunya saat dia berusia 10 tahun. Gus Dur pernah juga bilang, dia tidak punya pacar, karena teman mainnya hanya buku dan bola. So, bagaimana dengan kita? Apakah kita juga mengakrabi buku? Atau justru malah memelototi Sinetron Siluman Naga di Indosiar? Entahlah. Yang jelas, jendela dunia terbuka lebar via Buku. (**)