09 September 2012

REPUBLIK GAGAL

“Di dalam negara yang memiliki pemerintahan baik, kemiskinan adalah hal yang memalukan. Di dalam negara yang memiliki pemerintahan buruk, kekayaan adalah hal yang memalukan”.(Confusius) BERBAGAI konflik yang teradi di Indonesia, benar-benar membukin jengan orang-orang mencintai ketentraman dan kedamaian. Karena, apa pun alasannya, Damai Itu Indah. Di sebuah negara yang terus diwarnai peristiwa konflik, bisa dikatakan sebagai negara gagal. Sebuah riset lembaga nirlaba di Washington DC, Amerika Serikat, bernama The Fund for Peace yang menyusun indeks negara gagal (failed state index) pada 18 Juni 2012, mnempatkan Indonesia pada peringkat 63 di antara 178 negara. Artinya, peringat tersebut menegaskan Indoesia termasuk dalam kelompok negara-negara yang dalam bahaya menuju negara gagal. Rotberg dalam karya monumentalnya yang bertajuk Failed State, Collapsed States, Weak States: Causes and Indicators, menuliskan, dikatakan gagal jika memiliki sejumlah indicator, di antaranya negara itu gagal menjamin rasa aman rakyatnya, negara rawan terhadap tekanan asing, pemerintah pusat tidak mampu menyelesaikan masalah internal (dalam negeri), negara tidak mampu mengendalikan terjadinya konflik etnis dan agama, serta kian merajalelanya praktik korupsi dan legimitasi negara yang terus merosot. Jika melihat indicator yang disampaikan oleh Rotberg tersebut, maka kondisi seperti yang digambarkan tersebut tidak dapat dibantah lagi di Indonesia sebagai negara yang akan menuju kegagalan. Misalnya, konflik antar kelompok yang kerap terjadi di negeri ini yang konstalasinya ada kecenderungan , terus meningkat. Baik secara kualitas, kuantitas naupun variasinya. Contoh terkini adalah konflik horizontal antara penganut Sunni dan Syiah di Madura. Termasuk bentrokan antar kelompok di dalam masyarakat yang menyebabkan hilangnya rasa aman bagi masyarakat. Namun, terlepas dari semua itu, setidaknya para pejabat, pengambil kebijakan, pemimpin kelopok, dan pengemban kepentingan, musti mulai menyadari, betapa Damai Itu indah. Sebuah kalimat klasik yang mudah diucapkan, namun banyak yang tak paham melaksanakannya. Salam Piss dari Penulis. (***)

PENGEMIS

“Sekali engkau membangun nama baik atau nama buruk, hasilnya akan bertahan untuk selamanya”. (Sabrina Jasmine) DEFINISI pengemis adalah mereka yang suka meminta-minta dalam situasi dan kondisi tertentu. Bukan hanya mereka yang mengemis untuk mengisi perut, tapi juga mereka yang hanya peduli pada rakyat sekali dalam 5 tahun, ketika mereka datang mengemis-ngemis suara rakyat untuk peroleh dukungan. Pilkada DKI Jakarta adalah gambaran banyak calon yang diusung oleh partai besar, ternyata hasilnya jeblok di putaran pertama. Bahkan pasangan independent (Faisal Basri-Biem), mampu mengalahkan pasangan Alex-Nono yang diusung Partai Raksasa. Fenomena ini jelas menunjukkan tingkat kepercayaan rakyat kepada Parpol mulai menurun. Begitu juga dengan dua pasanngan yang lolos putaran kedua, menurut saya bukanlah mencerminkan suara parpol, namun lebih kepada sosok/figure, termasuk suara di luar partai. Fakta lain yang bisa dilihat, partai yang pada Pilgub DKI tahun 2007 berhasil meraup dukungan suara 46%, ternyata kali ini hanya mampu meraup suara 11,1 %. Jadi, ada pergeseran bahwa dukungan suara sepertinya sudah tidak lagi mengarah kepada parpol pengusungnya, namun lebih kepada figure yang diusungnya. Karenanya, mimpilah di siang bolong, buat para calon yang hanya mau menyapa, sok care kepada rakyat ketika akan pertarung di gelanggang politik. Namun, mereka cuek bebek, ketika mereka tak membawa kepentingan misi politik.(**)

Nilai Sebutir Nasi

“Tidak ada kekayaan yang melebihi pikiran, dan tidak ada kemelaratan yang melebihi kebodohan”. (Anonimous) ADA sebagian orang yang bisa makan enak berlebihan, bahkan membuang-buang makanan seakan tak berharga, sementara itu ada di antara mereka yang susah makan, dan makanan menjadi barang yang sangat berharga. Bisa dijadikan sebagai bahan renungan bersama. Dikutip dari brosur INLA (The International Nature Loving Association) Indonesia yang menyebar luas di jejaring sosial, seandainya setiap orang menyisakan 1 butir nasi di piringnya, dalam satu hari tiga kali makan, berarti ada 3 butir nasi yang terbuang. Di Indonesia yang berpenduduk sekitar 250 juta jiwa dikalikan tiga butir nasi, berarti dalam setiap hari ada 750 juta nasi terbuang. Konon katanya, dalam 1Kg berisi sekitar 50 ribu butir beras. Maka hitung-hitungannya adalah 750 juta nasi dibagi 50 ribu jumlahnya adalah 15 ribu kilogram, atau 15 ton beras terbuang setiap hari di Indonesia. Angka yang luar biasa. Jika misalnya 1Kg beras cukup dimakan untuk 10 orang, maka beras sebanyak 15 ton bisa member makan untuk 150 ribu orang. Nah, jika 6,5 miliar penduduk bumi sekarang, 50 persennya adalah pemakan nasi dan setiap orang membuang 1 butir nasi saja setiap kali makan, maka jumlahnya 195 ton beras terbuang setiap hari, yang bisa member makan untuk 1,95 juta orang. Namun ironisnya, menurut FAO, organisasi PBB yang menangani masalah pangan, di dunia ini ada 40 ribu orang meninggal dunia tiap hari karena kelaparan. (***)