03 Agustus 2012

JOKER

“Bukan karena undang-undang yang menciptakan keadilan, tetapi dikarenakan oleh semangat untuk menjalankan undang-undang itu”. (Earl Waren) JIKA kita bermain kartu, biasanya senang banget kalo mendapatkan Joker. Kartu bergambar badut pada permainan Remi ini memang istimewa, karena bisa menjadi kartu apa saja. Namun, fakta sebaliknya, Amerika Serikat sempat dirundung duka karena aksi penembakan membabi buta yang dilakukan oleh Joker Gadungan di awal-awal pemutaran Film Batman terbaru di seluruh Indonesia. Sebagaimana diketahui, Joker adalah musuh bebuyutan tokoh superhero komik Marvel, Batman. Ternyata, di Indonesia juga memiliki Joker, julukan Djoko Sugiarto Tjandra, taipan buron yang berpindah warga negara ke Papua Nugini. Joker Indonesia ini dikenal licin. Diburu sejak tahun 1999 atau sekitar 13 tahun, namun berakhir bagi kekalahan aparat hukum Indonesia. Sejak dia berpindah warga negara, aparat hukum dibuat kelimpungan oleh trik buron kasus hak tagih Bank Bali senilai Rp546 miliar. Mahkamah Agung menjatuhinya hukuman 2 tahun penjara, namun entah bagaimana ceritanya, Joker berhasil melarikan diri ke Port Moresby, Ibu Kota Papua Nugini. Dia terbang ke negara tetangga itu menggunakan pesawat carter sejak 10 Juni 2009, atau sehari sebelum vonis dibacakan MA. Sejak saat itu, tidak pernah terdengar lagi kabar pemilih Hotel Mulia Jakarta yang megah itu. Justru konon katanya Joker masih leluasa menjulurkan tangan bisnisnya ke Pulau Dewata, dengan mengurus izin mendirikan Hotel Mulia Resort di Bali. Meskipun pada Januari lalu diselidiki Kejaksaan, namun hasilnya mematahkan dugaan yang mengarah pada Joker tersebut. Karena Izin mendirikan Hotel Mulia Resort di Bali disebutkan bukan milik Joker. (**)

Wakil Rakyat yang Terhormat

“Tidak ada yang lebih gila daripada tingkah laku dan pernyataan orang-orang yang gila hormat”. (Andre Gide) RASANYA sudah kenyang rakyat Indonesia disuguhi oleh kasus-kasus korupsi, yang lebih menyedihkan lagi, sebagian pelakunya adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang katanya terhormat. Baru-baru ini, kita kembali dihenyakan oleh kasus dugaan korupsi pengadaan Kitab Suci Al Quran. Jika nantinya kasus ini benar-benar terbukti, tentunya sangat memperihatinkan, mengingat ranah suci dan sakral pun tidak lepas dari sasaran garong duit rakyat. Apalagi pelakunya adalah oknum wakil rakyat yang terhormat. Meskipun yang bersangkutan terus membantah, namun Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad secara tegas mengatakan, institusinya tengah menyelidiki kasus ini. Tak berlebihan, jika Survei Transparency International Indonesia pada tahun 2009 menempatkan DPR sebagai salah satu lembaga terkorup di Indonesia, disusul partai politik yang notabene adalah yang mengusung para wakilnya untuk duduk di kursi empuk Dewan Perwakilan Rakyat. Sejauh ini, sudah ada sekitar 40 wakil rakyat di DPR yang dihukum karena korupsi, dan tidak menutup kemungkinan angkanya akan terus bertambah. Terus, dugaan korupsi lain yang sangat menghebohkan dan juga melibatkan wakil rakyat yang terhormat, adalah kasus suap Wisma Atlet SEA Games Palembang. Sehingga tidak berlebihan jika rakyat yang masih jauh dari sejahtera bertanya-tanya, sudah benarkah sebutan wakil rakyat yang terhormat itu?? (**)

Ngobrol Dengan Dinding

"Prilaku yang diperlihatkan seseorang, sesungguhnya adalah terjemahan dari jalan pikirannya". (John Locke) BETAPA banyaknya orang yang sudah menderita Demam Facebook dan Twitter. Fasilitas ini telah menjadi tempat menumpahkan kebahagiaan, kekesalan, kalimat-kalimat pujian hingga makian, termasuk rangkaian kata-kata doa. Jika dulu ketika FB dan Twitter belum ada, kita curhat kepada orang-orant terdekat, juga berdoa di tempat-tempat layak seperti tempat-tempat ibadah. Namun kini, ketika FB dan Twitter telah menyediakan kepraktisan. Banyak dari mereka yang eksis di media jejaring sosial ini, memilih berdoa di dinding FB dan Twitter. Alasannya mungkin karena Tuhan itu Maha Tahu dan kita boleh menghaturkan doa kapan pun, dimana pun dan lewat media apa pun. Kemudian, dinding FB dan Twitter juga menjadi perantara bagi mereka yang sedang kasmaran untuk menyampaikan perasaannya kepada sang pujaan hati. Ungkapan cinta dan rindu ditumpahkan di dindingnya. Tak masalah memang, namun apa jadinya jika orang yang yang dituju tidak memiliki akun FB atau Twitter? Namun begitulah faktanya, FB dan juga Twitter telah menjadi fenomena yang bisa membuat seseorang kecanduan. FB dan Twitter juga telah menyebarkan virus budaya acuh. Banyak anak, suami, istri, pacar dan teman yang diacuhkan saat ngobrol, karena lawan bicaranya keasyikan mengupdate status di dinding FB dan Twitter lewat HP. Mau beranjak tidur, pegang HP, dan ketika terbangun dari tidur pun langsung menyambar HP. Bahkan ketika akan memulai aktifitas pun diawali dengan mengupdate FB dan Twitter. Demam FB dan Twitter telah melanda, mengalahkan demam artis dan gaya hidup remaja Korea. Demam yang satu ini disinyalir telah melanda dunia. Demam yang tidak bisa diobati oleh obat-obatan yang dijual di apotik. Demam yang menuntut kita untuk bijaksana dalam menyikapinya.(**)

Harga Setetes Air

“Sesuatu yang paling menyedihkan di dalam hidupku adalah ketika aku menemukan bahwa rakyat dapat memperoleh kemerdekaannya dari kolonialisme, tetapi menemukan diri mereka ternyata tidak bebas”. (Joshua Nkomo) SERIBUAN ilmuan pada tahun 2006 lalu telah mempresentasikan kesimpulan dari sebuah diskusi yang membahas masalah air di negara Belgia. Mereka resah tentang ketersediaan air untuk manusia di masa depan. Earth Policy Instiutute menyebutkan, bahwa harga air di beberapa negara di dunia saat ini terus meningkat. Hal ini dipicu oleh tingginya kebutuhan masyarakat terhadap air yang tidak berbanding lurus dengan ketersediaan yang ada. Sebagai contoh di Amerika Serikat (USA) harga air rata-rata naik sebesar 27 %, di Inggris naik 32 %, Australia naik 45 %, Afrika Selatan naik 50 %, di Kanada naik 58 % dan di Tunisia air yang digunakan untuk irigasi naik 4 kali lipat selama 10 tahun terakhir. Bagaimana di Indonesia? Di negara yang katanya gemah ripah loh jiinawi ini, kebutuhan akan air juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Contoh sederhana adalah terus meningkatnya permintaan masyarakat untuk dilayani oleh juragan air perusahaan pelayanan air minum. Masih untung, Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak laut, danau dan sungai-sungai besar yang airnya bisa dimanfaatkan untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Meskipun pada kenyataannya, si juragan air belum juga mampu memberikan pelayanan hingga ke rumah-rumah masyarakat. Alasan klasik yang dikemukakan adalah fasilitas dan minimnya anggaran. Namun, alasan seperti itu sudah ada sejak jaman Tok Lehok. Kalaupun pelayanan lancar, namun jeritan selalu merugi langsung membahana memekakkan telinga rakyat kecil. Apa jadinya jika sebuah negeri sudah tak mampu lagi menyediakan air bersih untuk rakyatnya. Tanya saja sama rumput yang sudah enggan bergoyang di negeri ini.(***)

G A L A U

“Bicaralah pada saat Anda sedang marah dan galau, maka Anda akan melakukan pidato panjang yang akan Anda sesali”. (Ambrose Bierce) IBARAT sebuah penyakit, Galau telah menjadi virus yang bisa menyebar dengan cepat, khususnya di kalangan anak muda. Tapi bukan berarti orang-orang dewasa terbebas dari infeksi Galau. Galau itu bisa didiskripsikan seperti perasaan resah, gelisah, gundah gulana, makan tak enak dan tidur tak nyenyak. Berasa ada sesuatu yang ingin disampaikan atau dilakukan namun belum kesampaian atau tersampaikan. Akibatnya ya, uring-uringan. Golongan orang-orang Galau ini biasanya banyak yang memanfaatkan jejaring sosial, baik FB maupun Twitter dan lain-lain, sebagai media mempublikasikan kegalauannya. Mereka sangat pandai mendramatisir keadaan, seolah-olah sedang butuh perhatian orang banyak, padahal mungkin hanya sedang ditujukan pada seseorang saja. Keluhan-keluhan kecil, dibesar-besarkan dengan gaya bahasa Hiperbola. Melalui status-statusnya, seakan mereka lemah dalam ketidakberdayaannya. Tak heran, jika kalimat-kalimat yang digunakan lebih mendekati pada kata-kata lebay, alay dan gombal. Contoh status Galau di FB, yang saya sendiri tidak paham, misalnya: “Gerombolan 'sebab-akibat' sudah dipukul mundur, Sekarang bersiap berhadap-hadapan melawan 'resiko', Selanjutnya kembali mencoba untuk damai bersama 'masalah', Setelah itu jatah 'gangguan & tekanan' untuk berbagi kisah, Terakhir ditutup dengan jamuan malam bersama tim 'suka-duka' hari ini...”. Lalu contoh lain adalah: "Jangan biarkan dirimu takut jatuh cinta hanya karena hatimu pernah terluka. Kadang butuh sebuah luka untuk kamu tahu siapa yg pantas dicinta...". Atau contoh yang lainnya: "Aku takut kehilangan saat terakhir ini aku menatapmu.. Mungkin aku tak akan pernah lagi melihatmu..". (**)

Negeriku Sayang, Negeriku Malang

"Semua yang terjadi di dalam sejarah dunia bermuara pada satu gagasan spiritual. Jika gagasan spiritual kuat, ia menciptakan sejarah dunia yang agung. Namun jika gagasan spiritual itu lemah, sejarah dunia akan menderita". (Albert Schweitzer) BAYOLAN dan kekonyolan sudah terjadi di lembaga-lembaga negara. Uang negara terhambur bak abu beterbangan. Rupiah dikedip seketika menjadi gedung singgasana. Manusia berdasi pun tega memakan roti anak buahnya sendiri. Memang inilah lelucon negeriku. Menyelami realita tak urung berhenti, asa demi perubahan selalu membara. Kemustahilan berubah jadi fakta.Dinding kekuatan sistem menghadang sang pengubah. Tak berdaya dalam tutur dan laku, terhimpit emosi dalam ironi, dalam sandiwara dan kemunafikan negeri. Siapapun di dunia ini ("manusia" biasa) sejujurnya ingin "Ber-uang", yaitu memiliki cukup uang atau syukur bila berkelimpahan. Walaupun ada yang berkilah "lebih baik miskin harta asalkan kaya rohani." Tapi tentu masih lebih baik jika "kaya rohani, karya harta pula". Ada yang mengatakan, uang dan bahkan harta kekayaan sebagai akar kejahatan." Jargon itu benar sekali terkhusus bagi mereka yang mendewakan uang atau mengangkat uang sebagai master atau majikan-nya. Namun sebaliknya "kekurangan uang dan kemiskinan juga bisa menjadi akar kejahatan". Kedua-duanya sama saja, tergantung kepada subjek dan pelakunya. (**)