20 Agustus 2008

Peti Mati Untuk Koruptor

DAPAT diibaratkan, jika tiga buah kerikil dijatuhkan dari pesawat di wilayah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), maka dua diantaranya akan mengenai kepala koruptor. Anekdot ini untuk menggambarkan betapa praktek korupsi di negeri ini sudah merambah di seluruh lini kehidupan. Wajar, jika prestasi tertinggi yang pernah diraih adalah anugrah negara paling terkorup di dunia.
Jika melongok ke Filipina dan RRC (Republik Rakyat China), sebelumnya kedua negara ini mendampingi Indonesia di peringkat atas negara-negara terkorup. Tapi kedua negara ini semakin membaik dalam hal pemberantasan korupsi meninggalkan Indonesia. China menggunakan cara fenomenal dalam memberangus korupsi. Pada masa pemerintahan Perdana Menteri China Zhu Rong Ji, saat dilantik pada tahun 1998 pernah berkata, “Sediakan saya 100 peti mati untuk koruptor. 99 peti mati untuk yang lain dan 1 peti mati untuk saya sendiri jika terbukti korupsi”. Hasilnya? Cheng Kejie pejabat tinggi Partai Komunis kebagian peti mati karena terbukti menerima suap US$ 5 Juta dan isterinya Li Peng masuk sel. Kemudian Wakil Gubernur Jiangxi Hu Chang Ging pun tak luput dari peti mati karena terbukti terima suap mobil mewah dan permata senilai Rp 5 Milyar. Antara tahun 2001-2004 sebanyak 4.000 koruptor dan kejahatan lain di China dihukum mati. Catatan Amnesti Internasional (AI) menyebut angka itu lebih kecil dari fakta yang sebenarnya dan menganggap cara China itu adalah sesuatu yang sangat mengerikan. Tak hanya itu, selama 4 bulan pada tahun 2003 di China, sebanyak 33.761 orang polisi dipecat dengan tidak hormat karena terbukti menerima suap, berjudi, mabuk-mabukan, membawa senjata di luar jam tugas dan masalah rendahnya standar kualitas. Coba Anda bandingkan dengan penanganan kasus korupsi di Indonesia? (Renungkanlah sendiri….)
Selanjutnya, di Filipina, walaupun tidak sekeras China, dimulai dari massa pemerintahan Presiden Arroyo yang membuat gebrakan dengan membentuk Life Style Check Team, mengefektifkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) model Filipina yang disebut dengan nama PCAGC (Philipine Court for Anti Graft and Corruption) termasuk mengundang pakar pemberantasan korupsi, Tony Kwok dari Hongkong. Hasilnya? Selain sejumlah pejabat penting tergaruk, ternyata juga menyeret Miguel Arroyo, suami presiden Arroyo dan nyaris masuk pengadilan. Walaupun akhirnya (seperti di Indonesia) dia bisa lolos karena sedikit permainan politik, namun setidaknya orang terdekat dengan kekuasaan pun tak boleh seenake dewe. Coba Anda bandingkan dengan penanganan kasus korupsi di Indonesia? (Renungkanlah sendiri…..)(**)

Tidak ada komentar: