18 November 2009

Lampu Merah

“Kita tidak bisa merasakan sesuatu, jika kita memang tidak merasakannya. Tapi kita dapat melakukan sesuatu untuk diri sendiri, meskipun hanya menuruti perasaan”.(Pearl S. Buck)

TIDAK selamanya pengertian kita harus sama dengan pengertian orang lain. Bisa jadi suka kita tak lebih dari duka rekan kita. Hidup ini sangat berharga, jalanilah dengan penuh hati-hati. Seorang teman bercerita kepada saya tentang sebuah peristiwa luar biasa di sebuah lampu merah. Begini ceritanya…
Di seberang jalan seorang Polisi meniup pluit panjang dan melambaikan tangan meminta seseorang bernama Jono untuk berhenti. Jono menepikan kendaraan agak menjauh sambil mengumpat dalam hati. Dari kaca spion ia melihat polisi itu, yang ternyata adalah Bimo, teman SMA-nya dulu. Jono merasa lega. Saat disapa, Bimo hanya menjawab sepatah dua patah kata dan tetap saja mengeluarkan surat tilang (bukti pelanggaran) sambil meminta SIM Jono. Berbagai alasan Jono hingga melakukan pelanggaran itu, tak digubris Bimo. Dengan ketus Jono menyerahkan SIM-nya. Bimo menulis sesuatu di buku tilangnya, dan tanpa bicara menyelipkan surat tilang itu di celah kaca mobil Jono. Jono memandangi wajah Bimo dengan penuh kecewa. Jono mengambil surat tilang itu. Tapi dia terperanjat, karena ternyata SIM-nya tidak ditahan dan dikembalikan Bimo bersama sebuah nota kecil. Bimo ternyata tidak menilangnya. Buru-buru Jono membaca tulisan dalam nota itu. Bunyinya;
"Jon, tahukah kamu? Aku dulu mempunyai seorang anak perempuan. Sayang, ia sudah meninggal tertabrak pengemudi yang ngebut menerobos lampu merah. Pengemudi itu dihukum penjara selama 3 bulan. Begitu bebas, ia bisa bertemu dan memeluk ketiga anaknya lagi. Sedangkan anak semata wayang kami sudah tiada. Kini kami hanya bisa terus berusaha dan berharap agar Tuhan berkenan kembali mengkaruniai seorang anak agar dapat kami peluk. Sudah ribuan kali kami mencoba memaafkan pengemudi itu. Tapi sangat sulit. Jon, doakan kami agar permohonan kami terkabul ya. Berhati-hatilah di jalan. Salam, Bimo”.
Setelah membaca tulisan itu, Jono terhenyak. Ia bergegas ingin menemui Bimo, tapi dia sudah tak ada di pos jaga entah ke mana. Dalam hati, dia hany abisa berharap Bimo memaafkannya. Sejak saat itu, Jono tak pernah ngebut dan menerobos lampu merah.(***)

Tidak ada komentar: