15 Juli 2010

Pangeran Paku Payung

“Suatu negara akan menghadapi kenyataan betapa sulitnya mencari pemimpin yang telinganya tetap diarahkan ke bawah”.(Winston Churchil)

SEORANG rakyat melapor kepada Sang Raja bergelar Pangeran Ratu Payung di sebuah kerajaan yang nama dan tempatnya sangat dirahasiakan, karena daerah bagian selatan sedang dilanda bencana alam. Pangeran Paku Payung langsung mengirimkan bantuan secapatnya berupa makanan, obat-obatan dan sekelompok insinyur untuk membangun permukiman baru bagi warga yang kehilangan tempat tinggal.
Seorang rakyat lagi melapor, daerahnya di bagian utara sedang kekurangan guru, sehingga banyak anak tak sekolah dan menjadi tolol. Pangeran Paku Payung langsung mengirimkan guru-guru untuk memenuhi kebutuhan pendidikan di daerah itu.
Seorang rakyat melapor lagi, di daerahnya di bagian timur pengangguran membludak, karena lapangan pekerjaan minim. Pangeran Paku Payung langsung meluncurkan program padat karya dan membuka lapangan kerja baru untuk menampung tenaga kerja dalam jumlah besar.
Msih seorang rakyat juga melapor, daerahnya di bagian barat banyak terjadi kasus kriminal. Para garong, perampok, maling, penipu kelas teri hingga yang berdasi telah meraja lela. Pangeran Paku Payung langsung menambah petugas keamanan ke daerah itu untuk menumpas kejahatan.
Terakhir, melaporlah seorang pejabat negara, bahwa korupsi telah terjadi di setiap lini kehidupan dan amat merugikan kerajaan. Pajak dan upeti ditilep di tengah jalan. Laporan keuangan dan belanja selalu menguap lebih dari 30 %. Keadilan diperjualbelikan. Pungli alias pungutan liar berkembang biak dan duit menjadi pelican yang baik dalam urusan birokrasi.
Mendegar laporan pejabatnya itu, Pangeran Paku Payung terdiam sejenak dan merenung. Hatinya berkata, bagaimana mungkin kebobrokan-keboborokan itu bisa terlepas dari pengawasannya. Padahal dia telah berusaha memimpin secara arif dan bijaksana untuk dipertanggungjawabkan kepada rakyat dan Tuhan Yang Maha Esa Penguasa Alam Semesta Raya.
“Saya perintahkan bentuk pasukan khusus bersenjata lengkap untuk membasmi “tikus-tikus”(sebutan untuk koruptor-red) itu. Mereka pantas dikirim peti mati,” tegasnya, sembari beranjak dari singasana menuju ruang pribadinya guna meminta petunjuk kepada Tuhan Yang Maha Esa tentang titah dan keputusan yang telah diambilnya.
Sementara itu para pejabat kerajaan yang ada di balairung kerajaan bergeming, ada yang saling pandang, kasak-kusuk dan clingak-clinguk dengan wajah pucat pasi penuh aroma ketakutan. Kalaupun ada yang mencoba senyum, tapi pahit. Kalaupun ada yang mencoba tertawa, nadanya sumbang.(***)

Tidak ada komentar: