23 Juni 2010

Orang Gila

“Salus populi suprema est lex. Kesejahteraan rakyat adalah akhir dari undang-undang”.(Marcus Tullius Cicero)

LAYANAN kesehatan di negeri ini memang masih jauh dari harapan. Pemerintah dalam melayani orang miskin yang waras saja masih tergolong buruk, apalagi yang miskin juga gila. Nasib-nasib, sudahlah miskin, gila lagi.
Orang gila banyak yang tidak bisa mengeluhkan penyakitnya dengan tepat. Mereka yang hilang ingatan, yang stress berat, depresi tak pernah berkeluh kesah walaupun tak menerima obat yang layak. Jangankan obat-obatan, nama dan bahkan siapa dirinya, alamat pun kadang tak berbekas lagi di otaknya. Pasien penghuni rumah sakit jiwa mungkin tak juga mengeluh walaupun seharian atau bahkan beberapa hari belum diberi makan. Tak jarang, orang yang tak sehat akal ini mengamuk. Petugas kemudian mengikatnya atau mengurungnya di ruangan isolasi.
Kalau pasien gila ini meninggal, nasibnya juga tak kunjung membaik. Karena pihak keluarga biasanya enggan mengklaim jenazahnya. Maklum, nyaris tak ada pasien rumah sakit jiwa yang masih dijenguk keluarganya. Karena kebanyakan dari mereka adalah pasien gila yang diangkut petugas keamanan dan ketertiban kota. Saat diciduk pun, kondisi kesehatan mereka ada yang terjangkit TBC, lepra, korengan kronis, panu, kadas, kurap, kutu air, ketombean, tak pernah sisiran, compang-camping, kucel, bahkan ada yang telanjang (baik telanjang dada maupun telanjang bulat) dan yang jelas bau.
Pada Juni 2009 lalu, tercatat di 4 panti rawat orang gila di Jakarta, sebanyak 181 pasiennya meninggal dalam enam bulan. Cukup mencengngkan. Padahal ada UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang mengatur pelayanan bagi kelompok orang terpinggirkan ini. Pasal 25 menyebutkan, pemerintah melakukan pengobatan, perawatan dan pemulihan pasien gangguan jiwa. Juga wajib membantu mengembalikanpasien yang sudah sembuh ke tengah-tengah masyarakat. Tapi UU itu tinggallah tumpukan kertas, karena dalih klasik keterbatasan dana selalu didengungkan. Alokasi dana untuk kesehatan jiwa minim, jauh dari angka ideal yang 10-15 % dari anggaran kesehatan. Nah lho.(***)

Tidak ada komentar: