30 September 2010

A b o r s i

“Di segala hal dalam kehidupan ini, kita harus melihat pada akhirnya”.(Jean de la Fontaine)

AKSI jahat menggugurkan bayi-bayi manusia tak berdosa akibat dari perbuatan terlarang dua insan tak bertanggung jawab, masih terus berlangsung. Tak terhitung orok jabang bayi yang membusuk di tempat sampah, dikubur , dan entah berapa lagi yang dibuang ke sungai, danau, laut, dibenamkan ke rawa-rawa dan dilempar ke jurang.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pernah mencatat, bahwa setiap tahunnya telah terjadi sekitar 75 juta kasus kehamilan yang tidak diinginkan akibat free sex alias sek bebas. Dari angka itu, sebanyak 40 juta di antaranya diakhiri dengan aborsi. Sekitar 20 juta aborsi dilakukan dengan cara tak aman dalam arti menggunakan alat ala kadarnya dan ditangani oleh orang yang bukan ahlinya. Sisanya aborsi dilakukan dengan baik setelah melewati pertimbangan-pertimbangan medis. Padahal, aborsi yang dilakukan dengan cara tidak aman dapat menyebabkan kerusakan pada kelamin, system reproduksi bisa kacau, infeksi, pendarahan dan leher rahim robek serius.
Di Asia Tenggara, WHO (World Health Organization) memperkirakan 4,2 juta orang melakukan aborsi setiap tahunnya. Sekitar 75 ribu sampai dengan 1,5 juta terjadi di Indonesia. Aborsi dilatarbelakangi oleh rasa takut, dan malu. Hanya karena memburu kesenangan diri, manusia rela mencampakkan martabatnya.
Konon, menunggu saat-saat aborsi adalah situasi yang paling menegangkan, menakutkan dan membutuhkan seseorang yang mampu memberikan sugesti dan jaminan bahwa semuanya akan berjalan baik-baik saja. Sindroma kematian selalu membayangi sebelum dilakukan aborsi, bahkan bertahun-tahun hingga seumur hidup setelah aborsi. Rasanya sangat sakit dan menakutkan.(fb:Anto Winarno)

Tidak ada komentar: